KASUS PENYALAHGUNAAN ANAK – Kasus yang sangat mengejutkan ini melibatkan seorang pria berinisial ST (42) asal Pasuruan, yang melakukan kejahatan luar biasa terhadap anak kandungnya yang berusia 14 tahun. Sebagai seorang ayah, seharusnya ia menjadi pelindung dan contoh baik bagi anaknya, namun ia justru berbuat sebaliknya.
Perilaku ST sungguh mencengangkan. Ia diduga telah mencabuli anaknya sendiri selama setahun terakhir, tepatnya sejak tahun 2024. Yang lebih memilukan adalah fakta bahwa ST bukanlah satu-satunya pelaku. Enam orang lainnya, beberapa di antaranya sudah memasuki usia lanjut, turut serta dalam tindakan keji ini.
Skandal Penyalahgunaan Anak dan Melibatkan Beberapa Pelaku
Menurut informasi yang diperoleh, selain ST, ada pelaku lain bernama EM (30), TE (51), SU (72), PO (36), SP (76), dan SM (75) yang juga terlibat dalam kasus tersebut. Korban dilaporkan telah diperkosa hingga empat kali oleh para pelaku. Kasus ini kini ditangani oleh Polres Pasuruan, dan investigasi sedang berlangsung untuk mengungkap seluruh kejadian dengan rinci.
Akhirnya, pada pertengahan Juli 2025, ibu korban melaporkan tindakan bejat ini kepada pihak berwajib. Kasat Reskrim Polres Pasuruan, AKP Adimas Firmansyah, menjelaskan situasi tersebut. “Sebanyak lima orang melakukan persetubuhan, termasuk ayah kandung korban. Dua pelaku lainnya melakukan pencabulan,” ujarnya, memberi informasi mengenai kompleksitas kasus ini.
Proses Investigasi dan Penanganan Kasus
Adimas juga menyatakan bahwa tindakan keji ini diduga telah berlangsung selama hampir setahun, dari Agustus 2024 hingga Juli 2025. Para pelaku memperdaya korban dengan memberi uang agar tidak melaporkan kejadian tersebut. Hal ini menunjukkan betapa berbahayanya situasi ini, bukan hanya bagi korban, tapi juga untuk masyarakat sekitar yang terpaksa hidup di tengah ancaman kriminal.
Penting untuk dicatat bahwa upaya penyelidikan masih terus dilakukan, karena masih ada kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat. Penegak hukum dihadapkan pada tantangan besar, terutama dalam hal mengumpulkan saksi-saksi. Hal ini semakin memperkuat isu bahwa banyak korban kejahatan seksual tidak merasa memiliki dukungan untuk berbicara.
Pihak kepolisian telah mengumpulkan beberapa barang bukti, termasuk pakaian korban, yang menjadi bagian penting dalam penyelidikan ini. Selain itu, hasil visum dari RSUD Bangil, Pasuruan, mengindikasikan adanya luka pada alat kelamin korban, hal ini menjadi bukti kuat adanya tindak pidana serius.
Tanpa ragu, para pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka diancam dengan Pasal 81 dan Pasal 82 tentang Perlindungan Anak, dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun. Ini adalah langkah awal untuk memberikan keadilan bagi korban dan memastikan tindakan serupa tidak terulang di masa mendatang.
Permasalahan seperti ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak berwenang, tetapi juga masyarakat luas untuk lebih peka dan sigap dalam mengenali tanda-tanda kekerasan terhadap anak. Setiap individu berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi generasi mendatang.
Perlunya edukasi tentang kekerasan seksual dan cara melindungi diri sendiri harus dijadikan prioritas. Masyarakat perlu diajak untuk berbagi pengetahuan dan informasi sehingga tidak ada lagi korban yang merasa terjebak tanpa ada jalan keluar. Semua pihak, dari lingkungan keluarga hingga institusi pendidikan, memiliki tanggung jawab untuk mendukung anak-anak dan korban kekerasan dengan memberikan tempat yang aman untuk berbicara.