Tindakan kriminal berupa pemalakan kembali mencuat di Ibu Kota, khususnya di kawasan Jakarta Barat. Baru-baru ini, dua pria yang kedapatan melakukan pemerasan terhadap seorang sopir travel berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian. Mereka memaksa sopir untuk memberikan uang Rp300 ribu dengan alasan yang tidak jelas, namun karena ketidakmampuan korban untuk memenuhi permintaan tersebut, akhirnya hanya memberi Rp70 ribu.
Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah aksi pemalakan tersebut terekam dan viral di media sosial. Dalam video yang beredar, terlihat bahwa pelaku berulang kali meminta uang secara agresif kepada sopir. Meski awalnya memberikan Rp50 ribu, tekanan dari para pelaku membuat korban terpaksa menyerahkan tambahan Rp20 ribu demi keselamatannya.
Pola Pemalakan yang Terus Berulang
Pihak Kepolisian Resor Jakarta Barat segera merespons setelah video tersebut viral. Dua pelaku akhirnya ditangkap di rumah orangtuanya di Tambora pada Rabu, 16 Juli 2025. Dari keterangan Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tambora, terungkap bahwa kedua pria tersebut adalah preman yang sudah melakukan pemalakan berulang kali terhadap sopir-sopir yang melintasi jalur tersebut.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, terungkap bahwa uang hasil memeras tersebut digunakan untuk membeli narkoba jenis sabu, yang menunjukkan adanya hubungan antara tindakan premanisme dan penyalahgunaan zat terlarang. Praktik seperti ini bukan hanya merugikan sopir, tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi publik.
Langkah Konkrit untuk Melawan Premanisme
Pihak kepolisian memberikan imbauan kepada masyarakat untuk tidak ragu melapor jika mengalami atau menyaksikan tindakan serupa. Upaya ini menjadi penting untuk menjaga keamanan dan kenyamanan di jalanan. Masyarakat diajak untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang aman melalui laporan langsung ke kantor polisi atau menggunakan layanan Call Center 110.
Kejadian serupa baru-baru ini terjadi di Semarang, di mana seorang pemuda ditangkap karena memaksa sopir truk memberikan uang dengan ancaman senjata tajam. Hal ini menegaskan bahwa pemalakan bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi meluas dan meresahkan di berbagai daerah. Dengan adanya tindakan cepat dari kepolisian, diharapkan masyarakat merasa lebih terlindungi dan berani untuk melaporkan kejadian serupa.
Kedua kasus ini menunjukkan betapa pentingnya peran masyarakat dalam melawan praktik premanisme. Setiap warga negara berhak merasakan keamanan saat beraktivitas di jalan. Semoga dengan kesadaran dan tindakan tegas, praktik pemalakan dapat diminimalisir, dan masyarakat dapat beraktivitas tanpa rasa takut.